NAMA : NI PUTU TIKA
INDRAYANTI
NIM :
1114023002
SEMESTER : V/A
IDENTITAS BUKU
Judul : Runtuhnya Hindia
Belanda
Penulis : Onghokham
Penerbit : PT GRAMEDIA, Jakarta
Tahun terbit : 1989
Tebal buku : 287 halaman.
Kategori :
Sejarah Politik
Riwayat
penulis :
Onghokham
adalah dosen pada Fakultas Sastra Universitas Indonesia, dan kemudian
memperoleh gelar doctor (Ph.D.) di bidang sejarah dari Universitas Yale,
Amerika Serikat, tahun 1975. Disaping itu, telah menghasilkan buku berjudul
Negara dan Rakyat (Pustaka Sinar Harapan, 1983) yang merupakan kumpulan
tulisannya.
Review
:
Saya
memilih untuk menulis resensi “runtuhnya hindia belanda” karena buku tersebut
adalah skripsinya saat dia menjadi mahasiswa jurusan sejarah Universitas Indonesia.
Onghokham menggunakan paradigma historiografi kolonial—penulisan sejarah yang
dilihat dari sudut “nederlandocentris”—bukan penulisan sejarah indonesia dari
sudut indonesia centris yang lebih sering digunakan. Didalamnya banyak sekali
info (fakta) sejarah yang (hampir) tidak pernah dibicarakan dalam pelajaran
sejarah, seharusnya buku ini jadi bacaan wajib para pelajar Indonesia. Bagian
terakhir dari buku ini sangat sangat sangat menarik karena Onghokham memberikan
kronologi hari-hari terakhir pemerintah hindia belanda berkuasa dengan gaya
bercerita yang dramatis.
Salah
satu hal yang saya ketahui bahwa indonesia dijajah belanda bukan selama 3,5
abad tetapi sekitar seratus tahun lebih, indonesia secara resmi dijajah
pemerintah hindia belanda tahun 1930 (pemberlakuan taman paksa oleh gubernur
jenderal van de bosch) sampai tahun 1942—pemerintah hindia belanda menyerah
kepada jepang. Namun menurut Onghokham, sejak 1942, indonesia dapat dikatakan
selalu dalam keadaan “vivere pericoloso” atau transisi, revolusi, perang
saudara, konfrontasi dengan belanda tentang irian, inflasi, konfiskasi milik
belanda yang berarti pengambilalihan ekonomi kolonial ke tangan indonesia
dengan segala akibatnya, seperti inflasi, pemotongan uang (sanering) dan lain
sebagainya. Keadaan ini mungkin akan berlaku sampai 1972 (oil boom prices).
Buku ini secara jelas banyak membahas mengenai menyerahnya belanda
kepada Jepang pada bulan Maret 1942 teah dianggap sebagai titik terakhir dari
kekuasaan kolonialnya di Indonesia yang telah berlangsung selama tiga abad.
Namun tanpa peristiwa itu pun, sesungguhnya awal dari proses runtuhnya
kekuasaan colonial Belanda di Indonesia telah Nampak sejak permulaan abad ini
ketika benih-benih nasionalisme Indonesia modern mulai menampakkan dirinya.
Proses itu makin nyata pada pertengahan tahun 1920-an hingga awal tahun 1940-an
dengan munculnya aspirasi dan gerakan-gerakan nasionalis yang dengan tegas
menuntut kemerdekaan Indonesia. Situasi Internasional yang ditandai oleh Perang
Dunia II, melalui dimana Jepang mengambil alih kekuasaan Belanda di Indonesia
selama tiga setengah tahun, hanyalah merupakan factor yang mempercepat proses
keruntuhan tersebut yang sudah berakar jauh sebelumnya.
Dalam buku ini, DR. Onghokham menguraikan proses tersebut dengan
menganalisis berbagai factor yang mempengaruhinya, baik factor dalam negeri
Indonesia maupun factor-faktor Internasional, termasuk juga perkmbangan politik
di Negeri Belanda Sendiri.
Kekayaan informasi dan analisis kritis yang terkandung didalamnya,
membuat buku ini perlu dibaca oleh mereka-mereka yang ingin mempelajari seuatu
periode yang sangat menentukan dalam sejarah bangsa Indonesia.
Substansi/
isi :
Bab I Jepang di Asia Timur
Membahas mengenai “Jepang di Asia Timur” yang banyak menceritakan
tentang kekuasaan Jepang dikawasan Asia Timur. Dimana pemerintah Hindia-Belanda
selalu waspada dan khawatir akan kemungkinan serbuan dari pihak Jepang. Jepang
selalu dipandang sebagai musuh yang paling berbahaya sekalipun belum pernah ada
perang antara Hindia-Belanda dengan Jepang. Disamping itu Jepang sendiri
merupakan Negara yang miskin akan bahan-bahan mentah dan pertambangan, sehingga
Jepang berupaya untuk mencari pasar-pasar baru untuk menunjang perkembangan
industrinya. Kemudian Jepang melakukan Politik Ekspansi yang sudah dimulai pada
akhir abad ke-19 dengan kemenangan Jepang atas Cina dalam perang Cina-Jepang
yang pertama (1895) dan puncak kedua dalam perang Rusia-Jepang (1905).
Tetapi dari tahun
1920 sampai 1930 negara-negara Barat berhasil mengekang Jepang. Pada tahun itu
Jepang mengalami kesalahan-kesalahan diplomatic di lapangan internasional.
Kekuatan Negara-negara barat agak terlalu besar untuk dihadapi dan Jepang
sendiri. Pada tahun 1930 di Jepang terjadi perubahan politik yang besar. Tujuan
pertama dari politik ini adalah Manchuria, yang status internasionalnya pada
waktu itu dapat diragukan. Ekspasi di Manchuria ini merupakan permulaan
peperangan di Cina, memburuknya hubungan-hubungan antar Jepang di satu pihak
dan Amerika serta Inggris dilain pihak dan juga membawa banyak kesukaran
seperti konflik-konflik perbatasan yang mempunyai arti perang dalam skala
militer dengan Rusia. Melalui Anti-Comintern
Pact Jepang bersekutu dengan Jerman dan Italia, tetapi persekutuan ini
tidak pernah terlalu berhasil dan hanya sebagai imbangan terhadap Rusia dengan
siapa Jepang mengadakan Perang perbatasan dalam skala militer yang besar.
Bab II BEAMBTEN STAAT
NEGARA KOLONIAL
Tuntutan-tuntutan dan aksi gerakan rakyat Indonesia yang berpuncak
pada pemberontakan 1926-1927 serta aksi PNI di bawah Ir. Soekarno dan
Perhimpunan Indonesia di bawah Hatta cs menyebabkan kekecewaan di kalangan
Belanda liberal dan etis.
Laporan-laporan dari penelitian-penelitian para sarjana mengenai masyarakat
atau gerak-geriknya masyarakat sering menimbulkan pertentangan-pertentangan
politis dan idiologis hebat di kalangan pemerintahan.
Ketika tali hubungan antara pamong praja dan Belanda putusbdengan
masuknya Jepang, pamong praja juga harus membayar untu masa colonial.
Petani-petani berdiri, melakukan pemberontakan-pemberontakan di beberapa tempat
menyerbu dan membunuh orang-orang pamong praja, sampai pada saat “ tata
tenteram” dikembalikan lagi oleh jepang. Penindasan-penindasan dari pemerintah
colonial memang ada dan yang lebih menghawatirkan adalah bahwa politik
penindasan ini bersifat “menghabiskan cendekiawan Indonesiadi kalangan
nasionalis”. Dengan adanya penindasan “ preventif” ini maka dapat kita mengerti
bhawa tahun 1930-an merupakan tahun-tahun sepi dari pergerakan nasional dan
kemacetan-kemacetan masyarakat, tidak saja disebabkan oleh sifat-sifat
agrarisnya tetapi juga oleh sifat-sifat kolonialnya. Disini tiap-tiap calon
pemimpin masyarakat seperti,Soekarno, Hatta, Tjipto, Sjahrir dan lain-lain
dibuang dan ditindas bersama-sama dengan perkumpulannya dan teman-temanya.
Bab III KONFLIK
KOLONIAL (1940-1941)
Pergerakan Nasional
1940-1941
Terdapat perbedaan antara sifat pergerakan 1930-an – 1940-an
dengan pergerakan nasional tahun 1920-an. Pertama-tama pergerakan ini
meninggalkan prinsip non-kooperasi, jadinya menerima jabatan-jabatan sebagai
wakil-wakil dewan rakyat dan lain-lain. Sifat kepemimpinanya berubah, tidak ada
lagi demagogen rakyat atau tokoh-tokoh yang dapat berpidato di depan rakyat
sperti Soekarno dan Tjokroaminoto dalam tahun-tahun yang lalu.
Kekuatan regim colonial dalam penindasan-penindasan dan
perlakuannya terhadap pergerakan mungkin menyebabkan “pengaguman” terhadap
“Barat yang kuat” ini dan usaha identifikasi diri bangsa yang dijajah oleh
penjajah. Pada akhir-akhir pemerintahan Hindia-Belanda ini ada unsure lain yang
tidak kurang kuatnya yaitu sumpah pemuda 1928. Sumpah Pemuda 1928 ini akan
menemukan terus-menerus dan secara hebat perasaan persatuan nasional yang
semakin meningkat pada semua kalangan Indonesia yang dapat dilihat pada waktu
itu.
Bab IV HUBUNGAN
PEMERINTAH HINDIAN BELANDA
Pergerakan Nasional
1940-1942 (Maret)
Zaman perang
menciptakan banyak persoalan khususnya bagi pemerintah Hindia-Belanda. Juga
dalam hal hubungan dengan pergerakan nasional Indonesia dan dengan masyarakat
Indonesia pada umunya.
Karena tuntutan-tuntutan dan berbagai aksi maka pada akhirnya
pemerintah sebagai geste membentuk Komisi Visman untuk mengumpulkan
pendapat-pendapat dan cita-cita politik, social, dan lain-lain dari masyarakat.
Pada aakhirnya Komisi Visma menghasilkan suatu laporan dalam dua jilid setebal
kira-kira 700 halaman tentang tuntutan-tuntutan dan harapan-harapan Indonesia
yang terbit tahun 1942 beberapa minggu sebelum pendudukan Jepang.
Bab V HINDIA BELANDA
MENGHADAPI PERANG
Pada tanggal 7 Desember angkatan udara Jepang yang diberangkatkan
dari kapal-kapal induk yang mendekati Pearl Harbour melemparkan bom-bomnya dan
kapal selamnya melancarkan torpedo-terpedo atas kapal-kapal perang Amerika
Serikat yang terdiri dari kapal-kapal induk dan perusak. Sebagian kapal
tersebut ditenggelamkan atau terbakar habis termasuk kapal terbang dan persediaan minyak. Dalam
beberapa jam serangan udara dari Jepang, Kekuatan Amerika Serikat di Timur Jauh
dapat di katakana lumpuh.
Kerajaan Belanda atau Hindia-Belanda memberikan reaksi pertama
atas serangan di Pearl Harbour sebelum sekutu-sekutu yang lain menyatakan
perang secara resmi serinng menjadi bahan kritikan bagi sebagian masyarakat
Belanda. Belanda bertindak tergesa-gesa karena ingin menghilangkan sikap
keragu-raguan sekutu terhadap Hindia-Belanda.
Penarikan mundur pasukuan dikatakan demi “taktik strategi militer
untuk lebih menyerang Jepang”. Tersangkutnya Hindia Belanda secara erat dengan
negeri Belanda dalam lapangan teknis ekonomi dan mili ter memberikan kedudukan
jelek padanya. Dalam keadaan ini Hindia Belanda memasuki perang modern melawan
Jepang.
Bab VI RUNTUHNYA HINDIA BELANDA
Pada tanggal 10 Desember 1941 Cavite diserang dari udara dimana
ternyata pertahanan udara Amerika Serikat sama sekali tidak berdaya dan tidak
berfungsi dan sekali lagi pesawat-pesawat tersebut hancur dan menimbulkan
kerugian-kerugian.
Keretakan hubungan Indonesia – Belanda dan debacle penguasaan
Barat di Asia Tenggara (Indonesia)menyebabkan runtuhnya Hindia –Belanda.
Kritik :
ü Kekurangan :
Yang menjadi kelemahan dalam buku ini adalah tidak ada pengantar
dari orang ahli untuk menjelaskan secara singkat mengenai isi dari buku ini.
ü Kekuatan :
Yang menjadi kekuatan dari buku ini adalah buku ini memang
memusatkan perhatian pada masa-masa akhir dari kekuasaan Belanda di Indonesia
yaitu menjelang Perang Dunia Kedua hingga saat menyerahnya Belanda kepada
Jepang di Indonesia pada bulan Maret 1942, namun sebagai latar belakang
diuraikan juga situasi di Hindia Belanda sejak permulaan abad 1920 hingga akhir
tahun 1930-an. Sehingga bisa memberikan pemahaman bagi pembaca mengenai
munculnya aspirasi-aspirasi nasionalisme Indonesia dan gerakan-gerakan nasional
tahun 1920-an dan 1930-an guna mewujudkan aspirasi tersebut serta baimana
“reaksi” pemerintah Hindia Belanda menghadapinya.
Kekuatan lainya adalah buku ini dilengkapi oleh gambar-gambar.