Rabu, 19 Februari 2014

Resensi Buku Runtuhnya Hindia Belanda (Onghokham)



NAMA           : NI PUTU TIKA INDRAYANTI
NIM               : 1114023002
SEMESTER     : V/A


IDENTITAS BUKU

Judul                          : Runtuhnya Hindia Belanda
Penulis                        : Onghokham
Penerbit                      : PT GRAMEDIA, Jakarta
Tahun terbit              : 1989
Tebal buku                : 287 halaman.
Kategori                     : Sejarah Politik
Riwayat penulis         :
Onghokham adalah dosen pada Fakultas Sastra Universitas Indonesia, dan kemudian memperoleh gelar doctor (Ph.D.) di bidang sejarah dari Universitas Yale, Amerika Serikat, tahun 1975. Disaping itu, telah menghasilkan buku berjudul Negara dan Rakyat (Pustaka Sinar Harapan, 1983) yang merupakan kumpulan tulisannya.
Review :
Saya memilih untuk menulis resensi “runtuhnya hindia belanda” karena buku tersebut adalah skripsinya saat dia menjadi mahasiswa jurusan sejarah Universitas Indonesia. Onghokham menggunakan paradigma historiografi kolonial—penulisan sejarah yang dilihat dari sudut “nederlandocentris”—bukan penulisan sejarah indonesia dari sudut indonesia centris yang lebih sering digunakan. Didalamnya banyak sekali info (fakta) sejarah yang (hampir) tidak pernah dibicarakan dalam pelajaran sejarah, seharusnya buku ini jadi bacaan wajib para pelajar Indonesia. Bagian terakhir dari buku ini sangat sangat sangat menarik karena Onghokham memberikan kronologi hari-hari terakhir pemerintah hindia belanda berkuasa dengan gaya bercerita yang dramatis.
Salah satu hal yang saya ketahui bahwa indonesia dijajah belanda bukan selama 3,5 abad tetapi sekitar seratus tahun lebih, indonesia secara resmi dijajah pemerintah hindia belanda tahun 1930 (pemberlakuan taman paksa oleh gubernur jenderal van de bosch) sampai tahun 1942—pemerintah hindia belanda menyerah kepada jepang. Namun menurut Onghokham, sejak 1942, indonesia dapat dikatakan selalu dalam keadaan “vivere pericoloso” atau transisi, revolusi, perang saudara, konfrontasi dengan belanda tentang irian, inflasi, konfiskasi milik belanda yang berarti pengambilalihan ekonomi kolonial ke tangan indonesia dengan segala akibatnya, seperti inflasi, pemotongan uang (sanering) dan lain sebagainya. Keadaan ini mungkin akan berlaku sampai 1972 (oil boom prices).
Buku ini secara jelas banyak membahas mengenai menyerahnya belanda kepada Jepang pada bulan Maret 1942 teah dianggap sebagai titik terakhir dari kekuasaan kolonialnya di Indonesia yang telah berlangsung selama tiga abad. Namun tanpa peristiwa itu pun, sesungguhnya awal dari proses runtuhnya kekuasaan colonial Belanda di Indonesia telah Nampak sejak permulaan abad ini ketika benih-benih nasionalisme Indonesia modern mulai menampakkan dirinya. Proses itu makin nyata pada pertengahan tahun 1920-an hingga awal tahun 1940-an dengan munculnya aspirasi dan gerakan-gerakan nasionalis yang dengan tegas menuntut kemerdekaan Indonesia. Situasi Internasional yang ditandai oleh Perang Dunia II, melalui dimana Jepang mengambil alih kekuasaan Belanda di Indonesia selama tiga setengah tahun, hanyalah merupakan factor yang mempercepat proses keruntuhan tersebut yang sudah berakar jauh sebelumnya.
Dalam buku ini, DR. Onghokham menguraikan proses tersebut dengan menganalisis berbagai factor yang mempengaruhinya, baik factor dalam negeri Indonesia maupun factor-faktor Internasional, termasuk juga perkmbangan politik di Negeri Belanda Sendiri.
Kekayaan informasi dan analisis kritis yang terkandung didalamnya, membuat buku ini perlu dibaca oleh mereka-mereka yang ingin mempelajari seuatu periode yang sangat menentukan dalam sejarah bangsa Indonesia.
Substansi/ isi :
Bab I  Jepang di Asia Timur
Membahas mengenai “Jepang di Asia Timur” yang banyak menceritakan tentang kekuasaan Jepang dikawasan Asia Timur. Dimana pemerintah Hindia-Belanda selalu waspada dan khawatir akan kemungkinan serbuan dari pihak Jepang. Jepang selalu dipandang sebagai musuh yang paling berbahaya sekalipun belum pernah ada perang antara Hindia-Belanda dengan Jepang. Disamping itu Jepang sendiri merupakan Negara yang miskin akan bahan-bahan mentah dan pertambangan, sehingga Jepang berupaya untuk mencari pasar-pasar baru untuk menunjang perkembangan industrinya. Kemudian Jepang melakukan Politik Ekspansi yang sudah dimulai pada akhir abad ke-19 dengan kemenangan Jepang atas Cina dalam perang Cina-Jepang yang pertama (1895) dan puncak kedua dalam perang Rusia-Jepang (1905).
            Tetapi dari tahun 1920 sampai 1930 negara-negara Barat berhasil mengekang Jepang. Pada tahun itu Jepang mengalami kesalahan-kesalahan diplomatic di lapangan internasional. Kekuatan Negara-negara barat agak terlalu besar untuk dihadapi dan Jepang sendiri. Pada tahun 1930 di Jepang terjadi perubahan politik yang besar. Tujuan pertama dari politik ini adalah Manchuria, yang status internasionalnya pada waktu itu dapat diragukan. Ekspasi di Manchuria ini merupakan permulaan peperangan di Cina, memburuknya hubungan-hubungan antar Jepang di satu pihak dan Amerika serta Inggris dilain pihak dan juga membawa banyak kesukaran seperti konflik-konflik perbatasan yang mempunyai arti perang dalam skala militer dengan Rusia. Melalui Anti-Comintern Pact Jepang bersekutu dengan Jerman dan Italia, tetapi persekutuan ini tidak pernah terlalu berhasil dan hanya sebagai imbangan terhadap Rusia dengan siapa Jepang mengadakan Perang perbatasan dalam skala militer yang besar.
Bab II BEAMBTEN STAAT NEGARA KOLONIAL
Tuntutan-tuntutan dan aksi gerakan rakyat Indonesia yang berpuncak pada pemberontakan 1926-1927 serta aksi PNI di bawah Ir. Soekarno dan Perhimpunan Indonesia di bawah Hatta cs menyebabkan kekecewaan di kalangan Belanda liberal dan etis.
Laporan-laporan dari penelitian-penelitian para sarjana mengenai masyarakat atau gerak-geriknya masyarakat sering menimbulkan pertentangan-pertentangan politis dan idiologis hebat di kalangan pemerintahan.
Ketika tali hubungan antara pamong praja dan Belanda putusbdengan masuknya Jepang, pamong praja juga harus membayar untu masa colonial. Petani-petani berdiri, melakukan pemberontakan-pemberontakan di beberapa tempat menyerbu dan membunuh orang-orang pamong praja, sampai pada saat “ tata tenteram” dikembalikan lagi oleh jepang. Penindasan-penindasan dari pemerintah colonial memang ada dan yang lebih menghawatirkan adalah bahwa politik penindasan ini bersifat “menghabiskan cendekiawan Indonesiadi kalangan nasionalis”. Dengan adanya penindasan “ preventif” ini maka dapat kita mengerti bhawa tahun 1930-an merupakan tahun-tahun sepi dari pergerakan nasional dan kemacetan-kemacetan masyarakat, tidak saja disebabkan oleh sifat-sifat agrarisnya tetapi juga oleh sifat-sifat kolonialnya. Disini tiap-tiap calon pemimpin masyarakat seperti,Soekarno, Hatta, Tjipto, Sjahrir dan lain-lain dibuang dan ditindas bersama-sama dengan perkumpulannya dan teman-temanya.

Bab III KONFLIK KOLONIAL (1940-1941)
Pergerakan Nasional 1940-1941
Terdapat perbedaan antara sifat pergerakan 1930-an – 1940-an dengan pergerakan nasional tahun 1920-an. Pertama-tama pergerakan ini meninggalkan prinsip non-kooperasi, jadinya menerima jabatan-jabatan sebagai wakil-wakil dewan rakyat dan lain-lain. Sifat kepemimpinanya berubah, tidak ada lagi demagogen rakyat atau tokoh-tokoh yang dapat berpidato di depan rakyat sperti Soekarno dan Tjokroaminoto dalam tahun-tahun yang lalu.
Kekuatan regim colonial dalam penindasan-penindasan dan perlakuannya terhadap pergerakan mungkin menyebabkan “pengaguman” terhadap “Barat yang kuat” ini dan usaha identifikasi diri bangsa yang dijajah oleh penjajah. Pada akhir-akhir pemerintahan Hindia-Belanda ini ada unsure lain yang tidak kurang kuatnya yaitu sumpah pemuda 1928. Sumpah Pemuda 1928 ini akan menemukan terus-menerus dan secara hebat perasaan persatuan nasional yang semakin meningkat pada semua kalangan Indonesia yang dapat dilihat pada waktu itu.
Bab IV HUBUNGAN PEMERINTAH HINDIAN BELANDA
Pergerakan Nasional 1940-1942 (Maret)
            Zaman perang menciptakan banyak persoalan khususnya bagi pemerintah Hindia-Belanda. Juga dalam hal hubungan dengan pergerakan nasional Indonesia dan dengan masyarakat Indonesia pada umunya.
Karena tuntutan-tuntutan dan berbagai aksi maka pada akhirnya pemerintah sebagai geste membentuk Komisi Visman untuk mengumpulkan pendapat-pendapat dan cita-cita politik, social, dan lain-lain dari masyarakat. Pada aakhirnya Komisi Visma menghasilkan suatu laporan dalam dua jilid setebal kira-kira 700 halaman tentang tuntutan-tuntutan dan harapan-harapan Indonesia yang terbit tahun 1942 beberapa minggu sebelum pendudukan Jepang.
Bab V HINDIA BELANDA MENGHADAPI PERANG
Pada tanggal 7 Desember angkatan udara Jepang yang diberangkatkan dari kapal-kapal induk yang mendekati Pearl Harbour melemparkan bom-bomnya dan kapal selamnya melancarkan torpedo-terpedo atas kapal-kapal perang Amerika Serikat yang terdiri dari kapal-kapal induk dan perusak. Sebagian kapal tersebut ditenggelamkan atau terbakar habis termasuk  kapal terbang dan persediaan minyak. Dalam beberapa jam serangan udara dari Jepang, Kekuatan Amerika Serikat di Timur Jauh dapat di katakana lumpuh.
Kerajaan Belanda atau Hindia-Belanda memberikan reaksi pertama atas serangan di Pearl Harbour sebelum sekutu-sekutu yang lain menyatakan perang secara resmi serinng menjadi bahan kritikan bagi sebagian masyarakat Belanda. Belanda bertindak tergesa-gesa karena ingin menghilangkan sikap keragu-raguan sekutu terhadap Hindia-Belanda.
Penarikan mundur pasukuan dikatakan demi “taktik strategi militer untuk lebih menyerang Jepang”. Tersangkutnya Hindia Belanda secara erat dengan negeri Belanda dalam lapangan teknis ekonomi dan mili ter memberikan kedudukan jelek padanya. Dalam keadaan ini Hindia Belanda memasuki perang modern melawan Jepang.
Bab VI  RUNTUHNYA HINDIA BELANDA
Pada tanggal 10 Desember 1941 Cavite diserang dari udara dimana ternyata pertahanan udara Amerika Serikat sama sekali tidak berdaya dan tidak berfungsi dan sekali lagi pesawat-pesawat tersebut hancur dan menimbulkan kerugian-kerugian.
Keretakan hubungan Indonesia – Belanda dan debacle penguasaan Barat di Asia Tenggara (Indonesia)menyebabkan runtuhnya Hindia –Belanda.
Kritik :
ü  Kekurangan     :
Yang menjadi kelemahan dalam buku ini adalah tidak ada pengantar dari orang ahli untuk menjelaskan secara singkat mengenai isi dari buku ini.     
ü  Kekuatan :
Yang menjadi kekuatan dari buku ini adalah buku ini memang memusatkan perhatian pada masa-masa akhir dari kekuasaan Belanda di Indonesia yaitu menjelang Perang Dunia Kedua hingga saat menyerahnya Belanda kepada Jepang di Indonesia pada bulan Maret 1942, namun sebagai latar belakang diuraikan juga situasi di Hindia Belanda sejak permulaan abad 1920 hingga akhir tahun 1930-an. Sehingga bisa memberikan pemahaman bagi pembaca mengenai munculnya aspirasi-aspirasi nasionalisme Indonesia dan gerakan-gerakan nasional tahun 1920-an dan 1930-an guna mewujudkan aspirasi tersebut serta baimana “reaksi” pemerintah Hindia Belanda menghadapinya.
Kekuatan lainya adalah buku ini dilengkapi oleh gambar-gambar.

0 komentar:

Posting Komentar